Tahun Terbit: 2019
Penerbit: Gagas Media
Jumlah halaman: 366 halaman
ISBN: 978-979-780-942-3
Seberapa
sering kita mempertanyakan arti hidup?
Meragukan
diri sendiri, lalu menyerah pada keadaan?
Kamu tidak sendiri, Maya pun begitu.Ditengah riuhnya masalah yang datang dan pergi, ia merasa hanya bisa mengandalkan diri sendiri. Namun, disisi lain, dia belum benar-benar menemukan makna dari setiap masalah yang menderanya. Ia hanya percaya, bahwa hidup terus berjalan.
Beratus-ratus kilo meter dari rumah, Maya menemukan banyak kejutan di kapal pesiar tempat ia bekerja. Tentang persahabatan yang ia kira berlangsung selamanya, tentang cinta yang ia impikan akan selalu baik-baik saja. Ia melalui suka duka di berbagai kota dunia, di St. Petersburg, Copenhagen, juga London.
Ya, meski dengan hati terluka, ia tetap melangkah, menapaki hidup yang harus ia jalani. Maukah kau menjadi temannya untuk perjalanan ini?
Novel ini
menceritakan tentang perjalanan seorang wanita yang memasuki usia 30 tahun,
yang bernama Maya. Dia merasakan seperti sebuah bola besar yang menggelinding
kebingungan, karena pada usianya yang memasuki kepala 3 dia merasa tidak
mengerti akan siapa dirinya dan apa yang sebenarnya diinginkan dalam
hidupnya.
Keinginan
kuatnya untuk keluar dari semua lingkungan hidupnya di Indonesia dan menjadi
Maya yang baru, membuatnya mencari pekerjaan di sebuah kapal pesiar di Eropa.
Dalam novel
ini kalian akan dibawa untuk melihat bagaimana ritme pekerjaan dalam sebuah
kapal pesiar. Apa saja sebenarnya yang ada di dalamnya dan seperti apa para
pegawainya. Kalau kalian membayangkan enaknya bekerja di sebuah kapal pesiar
buang jauh itu semua. Enak sih bisa berkeliling Eropa gratis tanpa dipungut
biaya malah di bayar, tapi beban pekerjaannya lumayan berat.
Kehidupan
Maya di kapal pesiar benar-benar di ceritakan secara detail bagaimana
perjuangannya melampaui semuanya. Dari pengetahuannya yang nol sampai terbiasa
dengan semua ritmenya. Penggambaran kota-kota yang disinggahi walaupun tidak
secara mendetail, paling tidak bisa melihat secara garis besar.
“Pernah aku
sangat kelelahan dengan segalanya dan ketika aku pulang ke kabin aku masuk
kamar mandi, mengucurkan air hangat dari shower, lalu menangis sambal jongkok
dan memeluk lututku di bawahnya dengan dramtis sampai puas. Aku ingin pulang
saja.” (hal 13)
Ternyata
perjalanan Maya tidak berakhir di kapal pesiar saja. Setelah beberapa bulan dia
pulang ke Indonesia, dia kembali berkelana di kota London. Di kota ini dia
benar-benar merasakan perjuangan yang lebih berat lagi dalam kehidupannya. Banyak
kejadian yang membuatnya harus merasakan terpuruk dan bangkit kembali karena
dia tahu bahwa hanya dia sendiri yang bisa menolongnya, dan ada makna yang
terkandung dalam setiap masalahnya.
Novel karya
Nuril Basri pertama yang aku baca ini memakai sudut pandang dari orang pertama.
Karena dari sudut pandang Maya inilah aku bisa merasakan semua gejolak pikiran
yang dirasakan Maya, semua kekhawatiran dan kebimbangan.
Semua
interaksi tokoh dalam novel ini diceritakan dengan jelas. Interaksi antara Maya
dan Oleksii yang banyak bercanda tapi santai. Maya dengan kekasihnya yang naik
turun. Maya dengan Jonathan yang cheesy.
Dan mungkin
yang paling bikin aku adem itu interaksi Maya dengan mamanya. Sebandel apapun
anaknya, sejauh apapun anaknya pergi setiap ibu pasti menginginkan anaknya
kembali ke pelukannya.
“Maya,
semua orang memiliki sebuah rongga dalam diri mereka yang selalu ingin mereka
isi. Isinya tidak sama untuk tiap orang.
Tugas tiap orang adalah mencari apa yang bisa mengisi ruang kosong tersebut.
Tugasku sebagai ibu, adalah mengkhawatirkanmu dan menyuruhmu pulang.” (hal 362)
Novel ini cocok
buat yang lagi mencari jati diri terutama yang punya kekawatiran karena umur
yang sudah mendekati kepala 3 dan belum punya pasangan. Bagiku sendiri di awal aku merasa sedikit bosan karena cerita hanya berkutat dengan konflik didaalm kapal pesiar yang kurang greget bagiku. Tapi aku mulai benar-benar menikmati dan semakin terhanyut saat Maya mulai menginjak di London. Mungkin kalian akan sedikit merasa kesal dengan sikap Maya.
Aku jatuh cinta dengan Oleksii btw (siapa juga yang nanya sih), sikap dia kepada Maya yang cukup manis sebagai seorang sahabat. Walaupun awalnya dia suka dengan Maya tapi tidak menghalanginya untuk selalu ada sebagai seorang sahabat bagi Maya. Tuh kan berkaca-kaca akunya kalau ingat bagaimana dia selalu ada untuk menghibur Maya saat kesulitan meskipun jaraknya cukup jauh. Sebenarnya aku masih mengharapkan cerita berlanjut untuk pertemuan keduanya, tapi penulis menginginkan hanya sampai Maya menyadari untuk pulang ke pelukan mamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar